Kamis, 19 Juni 2014

Cerpen "Menggapai Ridha Ibu"

Menggapai Ridha Ibu
Oleh: Sam Edy Yuswanto

Berbakti kepada kedua orang tua, khususnya kepada sang Ibu, adalah menjadi sesuatu hal wajib yang tidak bisa ditawar-tawar lagi bagi seorang anak. Mengapa dalam syari'at Islam sang Ibu menduduki posisi yang "teristimewa" jika dibandingkan dengan keberadaan sang Ayah?
Tentu, ada banyak sekali faktor yang mendasari serta menjadi pertimbangannya. Walaupun roh secara umum, keberadaan kedua orang tua bagi si anak itu sama saja, sama-sama wajib untuk dihormati dan berusaha untuk selalu melaksanakan segala titah dawuhnya. Dengan catatan, selama keduanya tidak memerintahkan kepada anak-anaknya untuk melakukan suatu perbuatan yang pada akhirnya menjerumuskan kepada jurang kemaksiatan. Sebab jika sampai ada orang tua yang menyuruh si anak melakukan hal yang tidak dibenarkan oleh syari'at Islam, maka wajib hukumnya bagi si anak dengan tegas menolaknya, tapi dengan cara yang baik dan tidak menyinggung perasaan keduanya.
Diantara faktor yang membuat Ibu menjadi seseorang yang dispesialkan keberadaanya oleh Allah SWT. antara lain karena Ibu adalah perempuan yang telah melahirkan kita dengan susah payah. Tentu, sebagai seorang laki-laki, saya teramat sangat kesulitan untuk membayangkan (apalagi mengalaminya secara langsung) dengan repotnya sang Ibu saat mengandung saya selama sembilan bulan (bahkan ada yang lebih dari batas bulan yang dipatok oleh ahli medis).
Bahwa regangan nyawa pun rela dipertaruhkan oleh beliau saat melahirkan kita. Belum lagi, saat kita telah lahir ke dunia ini. Kerepotan seorang Ibu pun kian berlipat saja. Bagaimana tidak? Bayangkan, berapa tahun kita mesti ketergantungan mengasup ASI (Air Susu Ibu) yang mesti didiap-sajikan setiap waktu oleh beliau. Bahkan disaat-saat beliau tengah didera sakit dan kelelahan yang sangat, karena nyaris seharian menjagai anaknya yang kerap rewel, namun dengan penuh kelatenan dan ekstra kesabaran, si Ibu tetap berusaha setulus ikhlas menyusui dan mengasuh anaknya.
Dalam hal ini, Rasulullah pernah menjelaskan, manakala ada seorang sahabat yang datang untuk menanyakan tentang siapakah sebenarnya orang yang paling berhak dipergauli dengan sebaik-baiknya. Lantas, Rasulullah SAW menjawab dengan tegas "Ibumu". Merasa kurang puas dengan jawaban sang Nabi, sahabat pun bertanya lagi hingga tiga kali dengan pertanyaan senada. Dan Nabi tetap menjawab "Ibumu". Baru pada jawaban yang terkahir, beliau mengatakan "Ayahmu".
Dari hadist yang diriwayatkan oleh imam Bukhari-Muslim tersebut, semakin menegaskan bahwa keberadaan seorang Ibu di sisi Allah memiliki derajat yang sangat mulia, melebihi derajat sang ayah. Itulah mengapa, yang kemudian membuat baginda Rasullullah SAW langsung merasa murka saat menyaksikan ada seorang anak yang lebih mementingkan urusan orang lain ketimbang urusan Ibu kandungnya sendiri.
Pada waktu itu, saking murkanya, Rasulullah bahkan langsung menyuruh para sahabatnya agar bersegera mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Alqamah, seorang lelaki yang lebih mementingkan urusan istrinya dan mengenyampingkan kepentingan sang Ibu.
Dan di akhir hayatnya, Alqamah meragang nyawa hingga tak mampu mengucap sepatah kata. Bahkan saat Rasulullah mencoba men-talqini-nya pun, mulut Alqamah tetap terkatup oleh bisu.
Untunglah, Ibu kandungnya Alqamah kemudia datang. Dan beliau merasa jatuh iba dan tidak tega dengan kondisi putranya yang durhaka itu. Lantas, beliau pun dengan setulus hati mau memaafkan segala kesalahan yang telah diperbuat oleh anak lelakinya. Atas keridhaan dan kelapangan hati sang Ibu memaafkan kesalahan putranya itulah, akhirnya Alqamah bisa mengucapkan kalimat syahadat, dituntun oleh baginda Rasulullah SAW. Dan akhirnya, ia pun bisa meninggal dunia dengan tenang.
Wallahua'lam bis-shawaab.


RENUNGKAN !!! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar